Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jelang Pemilu, Kenapa Hoaks di WhatsApp Keluarga Merajalela?

Lompo Ulu - Halo, Sobat Muda! Apa kabar?

Pernah dengar tidak tentang penyebaran hoaks menjelang Pemilu 2024?

Jika belum, yuk kita ngobrol-ngobrol santai tentang hal ini.

Pertama-tama, mari kita bicara tentang hoaks. 

Ilustrasi hoax. Image by Freepik


Hoaks itu ibarat makanan cepat saji, enak di lidah, mudah dicerna, tapi kalau dikonsumsi terus-menerus bisa berbahaya. Hoaks bisa merusak persepsi kita tentang realitas dan bahkan bisa merusak hubungan antar anggota masyarakat.

Pada Pemilu 2019, banyak grup WhatsApp keluarga yang berubah menjadi wadah berbagi hoaks. Bayangkan, grup yang seharusnya menjadi tempat berbagi resep kue dan foto-foto lucu malah jadi ajang perdebatan politik. Seru? Mungkin. Tapi, seringkali juga bikin pusing tujuh keliling.

Nah, di triwulan pertama tahun 2023, sudah ada 425 isu hoaks yang menyebar di media sosial. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan pertama tahun 2022 yang mencapai 393 isu hoaks. Wow, angkanya naik terus ya, Sobat Muda!

Tapi, kenapa sih hoaks bisa menyebar begitu cepat? 

Salah satu alasannya adalah karena kita sebagai manusia memiliki sesuatu yang disebut "processing fluency effect". 

Ini adalah proses di mana kita lebih mudah menerima informasi yang sederhana dan mudah dicerna. Jadi, kalau ada berita yang semenarik mungkin dan mudah dipahami, kita cenderung percaya dan mau membagikannya.

Nah, di sini masalahnya. Kita sering kali hanya menggunakan sistem 1, yang cepat dan otomatis, dalam memproses informasi, dan melupakan sistem 2, yang membutuhkan analisis lebih mendalam dan pemikiran yang lebih lambat. Jadi, kita jadi mudah percaya dan menyebarkan hoaks tanpa melakukan verifikasi atau analisis lebih lanjut.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi masalah ini?

Pertama, kita perlu meningkatkan literasi media. Kita perlu belajar bagaimana cara memverifikasi fakta, mengenali sumber berita yang tepercaya, dan memahami taktik manipulatif yang digunakan dalam berita palsu.

Kedua, kita perlu mendorong transparansi platform media sosial. Ini bisa berarti peningkatan aturan dan kebijakan terkait penyebaran informasi palsu, memberikan akses yang lebih mudah ke algoritme dan mekanisme penyaringan, dan memperkuat upaya untuk melawan akun palsu dan bot otomatis.

Ketiga, kita perlu kolaborasi antara berbagai instansi seperti jaringan jurnalis, lembaga riset, dan pemeriksa fakta untuk dapat terlibat aktif mengawasi dan merespons berbagai berita atau isu yang berkembang di masyarakat.

Jadi, Sobat Muda, mari kita jadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Jangan mudah percaya dan menyebarkan informasi tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu. Ingat, hoaks itu ibarat makanan cepat saji, enak di lidah, mudah dicerna, tapi kalau dikonsumsi terus-menerus bisa berbahaya. Yuk kita jadi konsumen berita yang cerdas!

Posting Komentar untuk "Jelang Pemilu, Kenapa Hoaks di WhatsApp Keluarga Merajalela?"